Mazmur 127:1
"Jikalau bukan Tuhan yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya; jikalau bukan Tuhan yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga."
Keluarga adalah lebih dari sekadar rumah fisik; ia adalah bentangan kehidupan tempat kasih dan Injil Tuhan berdiam. Seperti seorang seniman yang menuangkan seluruh jiwanya ke dalam kanvas, Tuhan menciptakan keluarga sebagai wadah cinta yang mencerminkan kasih-Nya kepada dunia. Keluarga adalah cerminan dari hubungan antara Kristus dan jemaat-Nya; penuh kasih, pengorbanan, dan komitmen yang tak terbatas. Dalam setiap detak kehidupan keluarga, kita menemukan ritme kasih yang tak henti-henti. Seperti melodi yang disusun dengan indah, keluarga kita menjadi tempat di mana kasih Allah tidak hanya diajarkan, tetapi dihidupi. Ketika kita menyadari bahwa Tuhan adalah "arsitek" utama dari setiap rumah tangga, kita memahami bahwa tidak ada usaha manusia yang bisa berdiri kokoh tanpa kasih Tuhan yang menopangnya.
Mazmur 127:1 mengingatkan kita bahwa segala upaya kita, sekeras apa pun, akan sia-sia tanpa kehadiran Tuhan yang membimbing. Ini adalah refleksi dari filosofi kasih yang lebih besar: bahwa kasih sejati, kasih yang menyatukan keluarga, bukan berasal dari kekuatan manusia semata, tetapi dari kekuatan ilahi yang melampaui pemahaman kita. Dalam keluarga, kasih adalah benang merah yang menjalin setiap jiwa menjadi satu kesatuan yang harmonis. Ini bukan sekadar emosi, tetapi sebuah keputusan sadar untuk mencintai bahkan dalam kesulitan. Filosofi Yunani kuno berbicara tentang "agape," cinta tanpa syarat yang tidak mencari balasan, dan inilah cinta yang menjadi pusat dari setiap keluarga yang dibangun di atas Injil. Kasih ini melampaui cinta eros yang menggebu-gebu dan cinta filia yang bersahabat. Ini adalah kasih yang berakar dalam karakter Allah sendiri—kasih yang memeluk ketidaksempurnaan, yang mengampuni tanpa henti, dan yang selalu memulihkan.
Dalam keluarga, pengampunan adalah pilar yang tak tergantikan. Setiap hari, ada kesempatan untuk terluka, tetapi juga kesempatan untuk menyembuhkan. Injil mengajarkan bahwa pengampunan bukan hanya sebuah tindakan moral, melainkan cara hidup yang membebaskan jiwa dari beban kebencian dan dendam. Mazmur 127 memberi kita perspektif bahwa Tuhan harus menjadi pusat dari setiap aspek rumah tangga kita, termasuk dalam bagaimana kita mengampuni. Pengampunan dalam keluarga adalah seperti melepaskan simpul-simpul yang mengikat kita pada masa lalu, memungkinkan kita untuk bergerak maju dalam kasih dan kebebasan. Sama seperti Tuhan yang tak henti-hentinya mengampuni kita, demikian pula kita dipanggil untuk mengampuni tanpa menghitung kesalahan, karena di sanalah kasih sejati tumbuh.
"Jikalau bukan Tuhan yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya." Kalimat ini menjadi fondasi dari pemahaman kita bahwa segala sesuatu dalam keluarga harus berakar dalam kasih Tuhan. Tanpa Tuhan sebagai pusat dari setiap keputusan, usaha kita akan runtuh seperti rumah di atas pasir. Kasih Tuhan adalah fondasi yang kuat, tempat kita membangun rumah tangga yang kokoh, penuh kedamaian dan kebahagiaan sejati. Kasih ini bukanlah cinta yang mementingkan diri sendiri atau mencari balasan. Kasih ini mengajarkan kita untuk memberikan yang terbaik tanpa mengharapkan imbalan. Dalam keluarga, kita diajak untuk mencintai dengan kerendahan hati, seperti Kristus yang mencintai gereja-Nya, dan mengorbankan diri demi kepentingan orang lain.
Mazmur 127 mengingatkan kita bahwa segala sesuatu dalam hidup kita, terutama keluarga, hanya dapat berdiri kokoh jika Tuhan hadir di dalamnya. Seperti orkestra yang memainkan simfoni dengan sempurna, keluarga yang dipimpin oleh kasih Tuhan akan menghasilkan harmoni yang indah. Setiap anggota keluarga memiliki perannya masing-masing dalam menciptakan simfoni tersebut, namun tanpa konduktor, musik itu akan kacau. Dalam setiap hubungan, baik suami dan istri, orang tua dan anak, ada kebutuhan untuk menyerahkan hidup kita kepada Tuhan. Ketika kita mengandalkan diri sendiri, kita mudah lelah dan merasa terjebak. Namun, ketika kita membiarkan Tuhan membangun rumah tangga kita, kita menemukan kekuatan yang tidak berasal dari diri kita sendiri, tetapi dari sumber kasih yang abadi.
Penutup
Keluarga adalah sebuah perjalanan yang penuh tantangan, tetapi di dalamnya juga terdapat berkat yang luar biasa. Ketika kita menyerahkan setiap aspek kehidupan keluarga kepada Tuhan, kita akan melihat betapa kuatnya fondasi yang dibangun atas Injil. Kasih, pengampunan, dan pengorbanan menjadi pilar yang menopang, dan setiap usaha yang kita lakukan tidak lagi sia-sia. Seperti rumah yang dibangun di atas batu karang, keluarga kita akan bertahan dalam badai kehidupan, karena Tuhanlah yang menjadi arsiteknya. Biarkan kasih Tuhan menjadi pengikat yang mempersatukan keluarga kita dalam harmoni yang indah, membentuk sebuah rumah tangga yang memuliakan-Nya, dan menjadi cerminan kasih Kristus di dunia ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar